3 oktober kami bersama berjuang, berharap keputusan kami berbuah manis.
Sejak saat itu ku lihat perbedaan, berbeda asing dalam raga yang ku kenal.
Raga, jiwa, tubuh, segalanya kucintai lebih dari diriku sendiri.
Sakit, sedih, melihat arah yang sudah tak sama.
Teriris, tertusuk, melihat pahlawan hatiku tertutup kelabu.
Hingga cahaya itu menghampiri. Tak tahu kapan dan sejak kapan.
Dingin dan berhenti bergerak, kuraba tak berubah.
Peluk dan cium masih tak puas dalam kasih sepanjang zaman.
Waktu menjadi saksi hati yang tak bergeming.
Sekuat baja, sekeras batu, menegakkan kepala, dengan mata yang bersinar.
Yakin akan segalanya. Kekuatan datang menghujam bagai karang yg kokoh.
Karena aku ingin melihatnya tersenyun disana.
PAPA........sayangku tak akan pernah terhenti, walau nadiku sudah tidak berdenyut.
Sejak saat itu ku lihat perbedaan, berbeda asing dalam raga yang ku kenal.
Raga, jiwa, tubuh, segalanya kucintai lebih dari diriku sendiri.
Sakit, sedih, melihat arah yang sudah tak sama.
Teriris, tertusuk, melihat pahlawan hatiku tertutup kelabu.
Hingga cahaya itu menghampiri. Tak tahu kapan dan sejak kapan.
Dingin dan berhenti bergerak, kuraba tak berubah.
Peluk dan cium masih tak puas dalam kasih sepanjang zaman.
Waktu menjadi saksi hati yang tak bergeming.
Sekuat baja, sekeras batu, menegakkan kepala, dengan mata yang bersinar.
Yakin akan segalanya. Kekuatan datang menghujam bagai karang yg kokoh.
Karena aku ingin melihatnya tersenyun disana.
PAPA........sayangku tak akan pernah terhenti, walau nadiku sudah tidak berdenyut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar