BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi memiliki sifat untuk selalu
melakukan penyesuaian agar dapat bertahan dan mencapai tujuannya. Hal ini
berarti suatu organisasi harus mampu mengajak anggotanya untuk selalu bersikap
dengan cara-cara yang bermanfaat bagi organisasi misalnya bersikap adaptif
terhadap masalah di sekitar organisasi. Dalam sebuah organisasi cara yang
bermanfaat ini dilaksanakan dengan pengendalian kekuasaan. Sedang definisi kekuasaan adalah the ability to get someone to do something you want done or the ability
to make things happen in the way you want them to.
Dengan
kata lain, usaha yang dilakukan dikendalikan oleh sebuah kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin organisasi.
Garis kekuasaan kadang-kadang sangat
tidak kentara dalam organisasi, sehingga bawahan tidak sadar bahwa mereka
sesungguhnya sedang digunakan untuk mengejar keinginan dan maksud orang lain.
Apa yang menarik orang mencari kekuasaan? Kadang-kadang hal ini disebabkan
orang ingin memanipulasi atau
mengendalikan orang lain dalam organisasi. Atau, ada juga orang yang haus akan
ketaatan dan kepatuhan dari orang lain untuk menuruti segala perintahnya. Atau
memiliki hasrat besar untuk selalu dicap berjasa. Bagi sebagian orang, situasi
kerja merupakan satu-satunya tempat dimana mereka dapat memperoleh dan
menggunakan kekuasaan. Perebutan kekuasaan dan basis kekuatan muncul dalam
lingkungan kerja bila orang-orang dan kelompok-kelompok berlomba untuk dapat
mengendalikan perilaku orang dan kelompok lain. Dan bila orang-orang atau kelompok-kelompok
berinteraksi dalam suatu kontes kekuasaan, terciptalah kemudian apa yang
disebut dengan politik. Golongan
mulai dibentuk dan dikembangkan, orang-orang bersekutu dalam kelompok-kelompok
formal, berkoalisi, mengadakan perjanjian-perjanjian, di mana orang dan kelompok yang satu menang
dan yang lain kalah. Penggunaan kekuasaan dan politik dalam organisasi
menentukan keberhasilan organisasi.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana penggunaan kekuasaan dan politik untuk
mengelola suatu organisasi?
2. Bagaimana kaitan antara organisasi, politik, dan
kekuasaan dalam kasus organisasi?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi.
2. Untuk
mengetahui kaitan antara organisasi, politik, dan kekuasaan dalam sebuah kasus.
BAB II
LANDASAN TEORI
- Pengertian dan Model Kekuasaan
Kekuasaan (power) adalah kemampuan
yang dimiliki seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi individu lain ataupun
kelompok lain. Kekuasaan yang dimiliki seseorang akan menempatkan orang
tersebut dalam suatu kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain
yang dipengaruhinya. Pada umumnya kekuasaan akan menciptakan suatu hubungan
yang vertical dalam suatu organisasi. Kekuasaan juga akan menentukan siapa yang
pantas dan seharusnya mengambil keputusan (decision making) dalam suatu
organisasi.
Teori yang dikemukakan oleh French dan
Raven
ini menyatakan bahwa kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau
organisasi. Dengan kata lain, orang atau orang-orang yang memiliki akses
terhadap sumber kekuasaan dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu akan
mengendalikan atau memimpin kelompok atau organisasi itu sendiri. Adapun sumber
kekuasaan itu sendiri ada tiga macam, yaitu kedudukan, kepribadian dan politik.
Kekuasaan yang Bersumber pada Kedudukan
Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan terbagi ke dalam beberapa
jenis:
1. Kekuasaan
formal atau legal
Termasuk dalam jenis ini adalah komandan tentara, kepala
dinas, presiden atau perdana menteri, dan sebagainya yang nendapat kekuasaannya
karena ditunjuk dan/atau diperkuat dengan peraturan atau perundangan yang
resmi.
2. Kendali atas
sumber dan ganjaran
Majikan yang menggaji karyawannya, pemilik sawah yang
mengupah buruhnya, kepala suku atau kepala kantor yang dapat memberi ganjaran
kepada anggota atau bawahannya, dan sebagainya, memimpin berdasarkan sumber
kekuasaan jenis ini.
3. Kendali atas
hukuman
Ganjaran biasanya terkait dengan hukuman sehingga
kendali atas ganjaran biasanya juga terkait dengan kendali atas hukuman . Walaupun
demikian, ada kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman saja. Kepemimpinan jenis ini adalah kepemimpinan
yang berdasarkan atas rasa takut. Contohnya, preman-preman yang memunguti pajak
dari pemilik-pemilik toko. Para pemilik toko mau saja menuruti kehendak para
preman itu karena takut mendapat perlakuan kasar. Demikian pula anak kelas 1
SMP takut kepada seniornya murid kelas 3 yang galak dan suka memukul sehingga
kehendak senior itu selalu dituruti
4. Kendali atas informasi
Informasi adalah ganjaran
positif juga bagi yang memerlukannya. Oleh karena itu, siapa yang menguasai
informasi dapat menjadi pemimpin. Orang yang paling tahu jalan di antara
serombongan pendaki gunung yang tersesat akan menjadi pemimpin rombongan itu.
Ulama akan menjadi pemimpin dalam agama. Ilmuwan menjadi pemimpin dalam ilmu
pengetahuan. Murid yang selalu punya bocoran soal ulangan juga dianggap sebagai
pemimpin oleh kawan-kawannya setiap menjelang ulangan umum.
5. Kendali ekologik
Sumber kekuasaan ini juga
dinamakan perekayasaan situasi (situational engineering). Cotohnya, kendali
atau penempatan jabatan. Seorang atasan, manajer atau kepala bagian personalia,
misalnya mempunyai kekuasaan atas bawahannya kerana ia boleh menentukan posisi
anggota-anggotanya. Demikian pula komandan atau kepala suku yang berhak
menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh bawahan dan anggotanya.
Orang-orang ini akan dianggap sebagai pemimpin. Contoh lain adalah kendali atas
tata lingkungan. Kepala dinas tata kota berhak memberi izin bangunan. Kepala
asrama menentukan seorang siswa harus tidur di kamar mana dan dengan siapa.
Kekuasaan yang Bersumber pada Kepribadian
Berbeda dari kepemimpinan yang bersumber
pada kekuasaan karena kedudukan, kepemimpinan yang bersumber pada kekuasaan
karena kepribadian berawal dari sifat-sifat pribadi, yaitu sebagai berikut.
1.
Keahlian atau keterampilan
Dalam salat berjamaah dalam agama islam,
yang dijadikan pemimpin salat (imam) adalah yang paling fasih membaca ayat
Alquran. Di sebuah kapal atau pesawat udara, mualim atau penerbang yang paling
terampillah yang dijadikan nahkoda atau kapten. Pasien-pasien di rumah sakit
menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah yang dianggap
paling ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.
2.
Persahabatan atau kesetiaan
Sifat dapat bergaul, setia kawan atau
setia kepada kelompok dapat merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang
dianggap sebagai pemimpin. Ibu-ibu ketua kelompok arisan, misalnya, dipilh
karena sifat-sifat pribadi jenis ini.
3.
Karisma
Ciri kepribadian yang menyebabkan
timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin juga merupakan salah satu sumber
kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
Kekuasaan yang
Bersumber pada Politik. Selanjutnya, kekuasaan yang bersumber pada politik terdiri dari beberapa jenis.
1.
Kendali atas proses
pembuatan keputusan
Dalam organisasi, ketua menentukan apakah suatu keputusan akan
dibuat dan dilaksanakan atau tidak. Hakim memimpin sidang pengadilan karena ia
mempunyai kendali atas jalannya sidang dan putusan atau vonis yang akan
dijatuhkan. Kepemimpinan seorang presiden juga bersumber pada kekuasaan politik
karena sebuah undang-undang yang sudah disetujui parlemen baru berlaku jika
sudah mendapat tanda tangannya
2.
Koalisi
Kepemimpinan atas dasar sumber kekuasaan politik ditentukan juga
atas hak atau kewenangan untuk membuat kerja sama dengan kelompok lain. Pemilik
perusahaan berhak melakukan merger dengan perusahaan lain. Kepala suku Indian
mengisap pipa perdamaian dengan kepala suku lainnya. Presiden menyatakan perang
atau damai dengan negara lain.
3.
Partisipasi
Pemimpin mengatur partisipasi anggotanya, siapa yang boleh
berpartisipasi, dalam bentuk apa tiap anggota itu berpartisipasi, dan
sebagainya
4.
Institusionalisasi
Pemimpin agama menikahkan pasangan suami-istri, menentukan
terbentuknya keluarga baru. Notaris atau hakim menetapkan berdirinya suatu
yayasan atau perusahaan baru. Lurah mengesahkan berdirinya LKMD (Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa).
Menurut
jenisnya kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Kekuasaan posis (position
power) : yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada
besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
b.
Kekuasaan pribadi (personal
power) : berasal dari para pengikut dan berdasarkan pada seberapa besar para
pengikut mengagumi respek dan merasa terikat pada pemimpin.
Menurut sumbernya kekuasaan dibagi menjadi : kekuasaan balas jasa
(reward power) yaitu berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya
yang diberikan untuk melaksanakan suatu perintah maupun persyaratan lainnya. kekuasaan
paksaan (coersive power) yaitu kekuasaan yang berasal dari apa yang dirasakan
oleh seseorang bahwa hukuman akan diteriman bila tidak melakukan atau
menjalankan suatu perintah atau tugas. Hukuman ini dapat berupa teguran ataupun
pemecatan dari jabatan. perintah.
3) Kekuasaan
sah (legitimate power) berkembang dari nilai-nilai interen karena seseorang
tersebut telah diangkat sebagai pemimpinnya.
4) Kekuasaan
pengendalian informasi (control of information power) berasal dari pengetahuan
yang tidak dipercayaorang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan
informasi yang dibutuhkan
5) Kekuasaan
panutan (referent power) didasarkan atas identifikasi orang dengan pimpinan dan
menjadikannya sebagai panutan
6) Kekuasaan
ahli (expert power) yaitu keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam
bidangnya.
Dalam mempengaruhi perilaku
seseorang terdapat berbagai macam unsure-unsur diantaranya yaitu :
1. Unsur Wewenang
Wewenang merupakan syaraf yang
berfungsi sebagai pengerak dari pada kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat
infoemal untuk mendapatkan kerja sama yang baik dengan bawahannya. Wewenang
adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan
memerintahkan orang lain, tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan janganlah
mengerjakan pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hokum untuk
melakukannya. Misalnya saja pada dunia kemiliteran, dimana pada dunia
kemiliteran itu harus dan wajib mematuhi atau mengikuti wewenang yang ada yaitu
apabila ada atasannya harus hormat, walaupun atasanya tidak mengunakan pakaian
dinas.
Keuntungan dari adanya wewenang itu dapat terjadi proses untuk mempengaruhi
perilaku lebih cepat dan mudah, sedangkan kelemahannya itu karena adanya
keterpaksaan, sehingga harus mengikuti wewenang dari atasannya. Contoh
wewenang dalam kehidupan sehari-hari : ketika mahasiswa baru masuk kuliah di salah satu Universitas, pada suatu ketika saya
mengikuti mata kuliah yang membuat saya membingungkan. Kemudian dosen saya
menyuruh mahasiswanya untuk membuat tugas sebanyak 2 BAB dengan menggunakan
bahasa inggris. Maka saya dan
mahasiswa lainnya terpaksa mengerjakan, karena mata kuuliah tersebut sangat
penting.
2. Unsur
yang menggunakan paksaan dan ancaman
Suatu perintah untuk menghasilkan keinginan dengan cara kekerasan
(memaksa).
Contohnya saja pada PREMANISME → pada waktu saya mengendarai motor, saya
melihat ada seorang wanita yang didekatkan dengan 2 laki-laki. Kemudian kedua
laki-laki tersebut meminta sesuatu yang berharga pada wanita itu, dengan cara
kekerasan yaitu dengan menodongkan senjata tajamnya. Jadi sikap dan perilaku
ini sudah jelas adanya ancaman dan paksaan.
3. Unsur
manipulatif
Suatu perbuatan curang dengan cara membohongi atau melakukan dengan cara
licik, agar dapat mempengaruhi perilaku. Dalam manipulatif ini tidak akan terjadi proses mempengaruhi perilaku,
karena tidak terdapat paksaan. Biasanya batasan antara manipulasi dengan
membantu itu sangat tipis. Misalnya saja pada kehidupan sehari-hari :
Pada saat ujian nasional berlangsung, saya dan teman-teman merasakan kesusahan
dalm menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru. Kemudian murid-murid mencari
jawaban-jawaban dari satu teman keteman lainnya, padahal aturan-aturan yang ada
tidak dibolehkan untuk mencari jawaban kepada temannya. Nah ketika itu saya
ingin meminta jawaban kepada teman saya, karena teman saya takut sama
aturan-aturan yang ada, maka teman saya memanipulasikan jawaban kepada saya dan
teman-temannya.
4. Kerja sama
Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan adanya kesepakatan
dan tuganya masing-masing. Didalam
kerja sama itu tidak ada paksaan atau tekanan, melainkan kerja sama dapat
mempengaruhi perilaku seseorang.
Kelebihan dari kerja sama →
• Dapat mengambil tanggung jawab untuk orang yang diubah.
• Melihat suatu masalah lebih jelas dan mudah.
• Saling komunikasi, yaitu antara si A dengan si B.
• Dapat menerima alternative yang disepakati kedua belah pihak (keduanya
berproses → saling mendukung).
Contoh kerjasama dalam kehidupan sehari-hari :
Ketika pasca gempa terjadi, saya dan teman-teman lainnya ingin megadakan
pengalangan dana di setiap jalan dan ditempat keramaian. Kemudian saya membagi
tugas-tugas kepada teman saya misalnya saja ada yang ditugaskan untuk
pengalanga dan di lampu merah, ada juga yang tugasnya keliling ketempat-tempat
mol, sekolah dan lain-lain. Nah contoh tersebut adalah salah satu dari kerja
sama dalam sebuah acara atau kegiatan.
2. Pengertian Politik
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu
antara lain:
- politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
- politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- politik merupakan kegiatan yang
diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- politik adalah segala sesuatu
tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa poLitik adalah usaha untuk
menekankan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar
orang, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang lebih harmonis.
Usaha mencapai the good life ini
menyangkut berbagai macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan
tujuan dari system, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat
mengambil keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu
dan hal ini menyankut pilihan antara beberapa alternative serta urutan
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan itu.
Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan umum (public
policies) yang menyangkut pengaturan dan alokasi (allocation) dari sumber daya
alam. Perlu dimiliki kekuasaan (power) serta wewenang (authority). Kekuasaan
ini diperlukan baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik
yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat
persuasi dan jika perlu bersifat paksaan. Tanpa paksaan, kebijakan ini hanya
merupakan perumusan keinginan belaka.
Akan tetapi kegiatan-kegiatan ini dapat menimbulkan
konflik karena nilai-nilai (baik yang materiil maupun yang mental) yang dikejar
biasanya langka sifatnya. Di pihak lain, di Negara demokrasi, kegiatan ini juga
memerlukan kerja sama karena kehidupan manusia bersifat kolektif. Dalam rangka
ini politik pada dasarrnya dapat dilihat sebagai usaha penyelesaian konflik.
Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaannya
kegiatan politik, di samping segi-segi yang baik, juga mencakup segi-segi
negative. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat manusia, baik
nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia yang beraneka
ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling bertentangan, mencakup rasa
cinta,benci, setia, bangga, malu dan amarah. Tidak heran jika dalam realitas
sehari-hari kita acapkali berhadapan dengan banyak kegiatan yang tidak terpuji.
Singkatnya politik adalah perebutan kuasa, takhta dan harta.
Joyce Mitchell, dalam bukunya Political Analysis and Public Policy mengatakan: “Politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat
seluruhnya.
Harrold D Laswell
dalam buku Who Gets What, When,
How mengatakan “Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan
bagaimana”
Roger F. Soltau, dalam bukunya Introduction to politics mengatakan: “Ilmu politik mempelajari
Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan
itu, hubungan antara Negara dengan warganya serta hubungan antarnegara.
W.A Robson dalam The
University Teaching of Social Sciences, mengatakan :”Ilmu politik
mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki dasar,
proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana
politik tertuju pada perjuangan untuk mempertahankan kekuasaan, melaksanakan
kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan
itu.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Kekuasaan dan Politik
Dalam Kasus Lapindo Brantas
I.
Kekuasaan dalam Organisasi
Organisasi harus dapat mengajak anggotanya bersikap dengan cara-cara yang bermanfaat bagi organisasi. Ini dapat meliputi suatu
keteraturan (order) yang dirundingkan, tetapi pengaturan manusialah yang
melibatkan pelaksanaan kekuasaan. Individu yang bergabung dengan organisasi atau mereka yang
lahir didalamnya, mencari manfaat tertentu. Usaha-usaha mereka untuk melakukan hal ini adalah
dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kebanyakan kasus, individu dalam organisasi juga menginginkan rasa kendali (a sense of
control), bukan sekedar masalah dimana seseorang merasa ”cocok”, tetapi kemana
seseorang ”bergerak”. Orang-orang menghendaki ”suara” dalam hasil-hasil
kehidupan organisasi mereka. Ada ”ketegangan” antara tuntutan organisasi dan
kepentingan pribadi. Organisasi bukan sekedar tempat pelayanan diberikan dan keuntungan dibuat. Organisasi menggambarkan suatu bagian
nyata dari kehidupan dan identitas pribadi. Istilah pemberdayaan (empowerment)
merujuk kepada proses yang menyangkut cara individu menggunakan kekuasaan dalam
organisasi.
Definisi tradisional kekuasaan difokuskan pada kemampuan perorangan untuk
menentukan atan membatasi hasil-hasil. Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki
kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini
menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali
jenis-jenis perilaku khusus. Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam
gagasan kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan gagasan kausalitas
(sebab-akibat). Menurutnya, kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan
pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruhyang sebenarnya.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai
tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini
diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar
bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi
andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang
kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi,
memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep
dasar dalam ilmu sosial. Pentingnya kekuasaan dalam kehidupan organisasi,
diungkapkan oleh W. Charles Redding, bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat
dengan status seseorang.
Gagasan tradisional tentang kekuasaan difokuskan pada individu dan
pelaksanaan kekuasaannya. Kekuasaan adalah sesuatu yang dipegang dan ditangani
manusia, berdasarkan sumber-sumber kekuasaan tertentu. French dan Raven (1959)
menyatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan, yaitu:
1.Reward power (kekuasaan memberi ganjaran) --> dapatkah A menetapkan
ganjaran yang dapat dirasakan B?
2.Coercive power (kekuasaan yang memaksa) --> dapatkah A memberikan
sesuatu yang dipandang hukuman kepada B?
3.Legitimate power (kekuasaan yang sah) --> apakah B percaya bahwa A
mempunyai hak untuk mempengaruhi dan B harus menerimanya? Sumber kekuasaan sah mungkin
adalah penerimaan suatu struktur sosial atau nilai-nilai budaya.
4.Referent power (referen kekuasaan) --> apakah B ingin seperti A atau
mempunyai keinginan merasakan kesatuan dengan A?
5.Expert power (kekuasaan ahli) --> apakah B percaya bahwa A memiliki
pengetahuan khusus yang berguna untu kebaikkan B?
Pandangan tradisional tentang kekuasaan juga meliputi kemampuan untuk
mengendalikan agenda atau rencana aksi dalam sebuah situasi, mengendalikan isu
dalam diskusi,dan pengambilan keputusan yang mungkin menimbulkan kontroversi
(Bachrach & Baratz, 1969). Status dan kekuasaan seharusnya tidak dianggap
sebagai sifat yang secara temurun diberikan pada seseorang pada posisi
tertentu. Secara umum, lebih pantas menganggap status dan kekuasaan sebagai kondisi
dimana anggota grup lainnya sepakat kepada seseorang yang diberikan posisi.
Kemampuan untuk melatih kekuasaan akan meningkatkan status; status akan
mengembangkan kemampuan untuk melatih kekuasaan.
2. Kekuasaan
– Pengaruh dalam Kepemimpinan
Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika
seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas
seperti itu telah melibatkannya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika
kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya
agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya
kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan dapat dianggap sebagai “modalitas” dalam
kepemimpinan, dalam arti sebagai cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh
seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.Atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten ditunjukkan dan sebagai yang
diketahui oleh pihak lain ketika seseorang berusaha mempengaruhi
kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat dan yang
dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal ataupun menilai kepemimpinan seseorang.
Namun demikian, gaya kepemimpinan seseorang tidaklah bersifat “fixed”.
Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai kapasitas untuk membaca
situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sesuai dengan
situasi tersebut, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara.
Pada pihak lain, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen atau
watak, dan kepribadian sendiri yang unik/khas, sehingga tingkah laku dan
gayanyalah yang membedakannya dari orang lain. Gaya/style hidupnya ini pasti
akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Tipe kepemimpinan seseorang menurut Sondang P
Siagian (1994: 27-45) dapat dianalisis dengan menggunakan kategorisasi
berdasarkan:
Ø Persepsi seorang pemimpin tentang peranannya
selaku pemimpin
Ø Nilai-nilai yang dianut
Ø Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi
Ø Perilaku dalam memimpin
Ø Gaya kepemimpinan yang dominant
Prinsip pertama dalam kepemimpinan adalah adanya
hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Tanpa yang dipimpin tidak ada
orang yang perlu memimpin. Prinsip kedua adalah bahwa pemimpin yang efektif
menyadari dan mengelola secara sadar dinamika hubungan antara pemimpin dengan
yang dipimpin (Richard Beckhard, 1995:125-126).
Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan
fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan
antara sifat, perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan
situasi yang mendukungnya. Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya
dorong bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah
perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi.
Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa
dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena
status dan tugas-tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan
kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah
yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah
diterima secara luas adalah dikotomi antara “position power” (kekuasaan karena
kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut,
kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang
dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin
tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut. Termasuk dalam position power
adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol
terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal
power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan
persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan
bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa
sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga
mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan
pengalaman yang luas;
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik,
kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat
berubah sesuai perubahan kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok.
Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan
atau hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah
* Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana
kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik
terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori
ini mengenai expert power dan kewenangan.
* Strategic Contingencies Theory, menjelaskan
bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian
dalam menangani masalah penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan
tingkat keahlian dari subunit tersebut.
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan
tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak
kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi
kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi, tugas, para
bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power yang cukup, sering
tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada mengembangkan
dan menggunakan expert power dan referent power. Sejarah telah menunjukkan
bahwa pemimpin yang mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung
menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya,
seorang pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami
kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi.
Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position
power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi
tergantung situasi.
Sedangkan dalam personal power, seorang
pemimpin yang mempunyai expert power atau daya tarik karismatik sering tergoda
untuk bertindak dengan cara-cara yang pada akhirnya akan mengakibatkan
kegagalan.
Kekuasaan dalam kasus Lapindo Brantas Inc terkait kasus lumpur lapindo
sangat berperan dalam mempengaruhi arah organisasi. Walaupun Lapindo Brantas
Inc dalam keadaan sulit akan teapi Lapindo Brantas mampu mengendalikan hal tersebut. Pengmbilan keputusan
oleh penguasa dari lapindo brantas lebih menentukan daripada keadaan lingkungan
yang bergejolak akibat kasus lumpur lapindo. Kekuasaan yang dimiliki oleh para
petinggi Lapindo Brantas juga mempengaruhi jalannya kasus dan tuntutan yang
mengarah pada kasus lumpur lapindo. Hal tersebut merupakan gambaran kekuasaan
dan poliitk dalam kaitannya dengan elemen lingkungan di luar organisasi. Adapun
hubungan dominant coalition dengan
anggota dalam organisasi pasti sangat ditentukan oleh direktur dan pemegang
saham di Lapindo Brantas sebagai pihak yang menguasai sumber daya dari Lapindo
Brantas Inc.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Penggunaan
kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi sangat menentukan arah
dari organisasi yang bersangkutan.
2. Kaitan
antara organisasi, politik, dan kekuasaan dalam sebuah kasus menunjukkan adanya
pengaruh kuat dari politik, kekuasaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://rinoan.staff.uns.ac.id/files/2009/06/kekuasaan-politik-v-1.pdfru